JAKARTA (Arrahmah.com) – Ledakan yang terjadi di Wihara Ekayana tadi malam pukul 19.01 belum dapat dipastikan oleh polisi. Padahal sudah banyak personel polisi yang dikerahkan di tempat kejadian perkara.


Sejatinya ledakan itu adalah sebuah petasan mainan anak-anak saja yang meledak di lokasi Wihara. Ini di dasarkan pada kesaksian para jemaat kebaktian di Wihara Ekayana tersebut.
Mereka tidak terganggu dengan suara ledakan kecil tersebut. Entah karena saking fokus beribadat atau memang ledakan itu sangat kecil sehingga tidak menganggu mereka.
Seorang  umat Wihara Ekayana Ponijan mengatakan ledakan kecil ini tidak mengakibatkan kerusakan apapun, bahkan pintu kaca dekat ledakan itupun tidak ada yang pecah. Ledakan terjadi saat kebaktian sedang berlangsung namun tidak mengganggu kebaktian tersebut.
 ”Ledakan tidak terlalu keras dan tidak memekakkan telinga dan tidak melukai seorangpun,” jelas Ponijan pada sebuah stasiun televisi.
Fakta-fakta di lapangan juga nampak tidak ada kerusakan sama sekali terhadap bagian bangunan Wihara tersebut apalagi korban jiwa manusia. Pintu kaca yang terdapat dekat dengan ledakan pun utuh, tidak ada kerusakan sedikitpun
“Gak ada apa-apa tidak ada kaca yang pecah, tidak ada umat yang luka parah,” tambah Ponijan.
Namun masyarakat Indonesia disuguhkan dengan atraksi media masa mainstream dan permainan sirkus analisa BNPT yang tersudut pada kaum Muslimin dan dihubungkan dengan Rohingya Myanmar.
Pemerhati Kontra Terorisme dan Direktur The Community Of Ideoligical Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya menyarankan agar polisi fokus untuk mengungkap dan menangkap pelaku dan otak peledak ‘petasan’ tersebut.
“Harusnya aparat terkait fokus dan profesional untuk segera ungkap dan tangkap pelakunya,jadi tidak perlu membangun opini dan sangkaan atau analisis dihadapan publik.Apalagi sibuk, seperti BNPT memfollow up kasus itu dengan analisa keterkaitan antara jaringan terorisme dan sebagainya, menurut saya itu berlebihan dan mendramatisir,”  katanya kepada arrahmah.com Senin (5/8/2013).
Harits mengungkapkan kalau dilihat dampak dari ledakan tersebut juga menunjukkan sangat low eksplosif, bisa jadi cuma petasan yang dicampur dengan material lain agar terkesan ia bom rakitan yg benar-benar bom. “Banyak orang bisa bikin bom seperti itu. Kalau pelaku, berangkat dari meterial bomnya bisa saja orang iseng atau orang sakit hati,” ujarnya.
Analisa yang sedikit ‘nakal’ dari Harits menyebutkan bisa juga ‘petasan’ adalah operasi intelejen. “Ini kerjaan intelijen gelap untuk membuat “keruh” dengan target tertentu dibalik itu. Dan kalau dari sisi tempat maka orang akan berpikir linear bahwa ini kerjanya “teroris” yang tidak terima dengan kasus pembantaian muslim Rohingnya.”
Analisa ‘nakal’ ini bukan tanpa dasar tentunya. Berdasarkan empirik yang pernah terjadi mengarah kepada analisa tersebut. Ledakan yang media masa waktu itu menulis bom di rumah kontrakan Abu Jibril di Pamulang tahun 2005 silam, sebagai contoh miripnya. Ledakan ‘petasan’ ini juga yang banyak mengandung kejanggalan, keanehan dan kecurigaan.
Detik news Rabu, 08/06/2005 12:00 WIB  menulis, “Informasi sebelumnya yang menyebut bom Pamulang meledak saat dirakit dan melukai perakitnya, terbantahkan. Sebab,  bom itu ternyata diletakkan oleh pengendara dua kendaraan bermotor, 20 menit sebelum bom meledak. Demikian disampaikan Kapolda Metro Jaya Irjen Firman Gani dalam jumpa pers di kantornya, Jl Sudirman, Jakarta, Rabu (8/6/2005)”
Tempo Interaktif, Senin  27 Juni 2005 | 21:51 WIB menulis, “Anggota Komisi I DPR, Abdillah Toha mendapat informasi ada dugaan keterlibatan anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dalam peledakan bom di rumah Abu Jibril di Pamulang beberapa waktu yang lalu. “Ada informasi pada kami dan kami ingin tahu seberapa jauh kebenaran berita itu,” kata Abdillah dalam rapat kerja Komisi I DPR dengan KSAD, Senin (27/6/2005).”
Harits mensinyalir peletakan bom itu ditempat yang “sensitif” menyangkut isu kerukunan umat beragama dan toleransi.”Maka dangan menjadikan Wihara tempat aksi akan memberikan stimulasi mudah untuk justifikasi siapa pelakunya dan memudahkan orang mengkait-kaitkan antara Wihara budha dengan kasus pembantaian Muslim di Myanmar oleh orang-orang budha.”
Pengalihan isu extra judicial killing
Ledakan ‘petasan’ kecil ini bisa juga dijadikan pengalihan isu atas beberapa kebodohan fatal dari Densus 88 akhir-akhir ini.
“Jadi ini aksi kecil, tapi cukup bisa didramatisir untuk mengalihkan beberapa isu lain misalkan tentang “fatal atraction” dari Densus 88 yang salah tangkap 2 orang (Mugi dan Safari) di Tulungagung dan extra judicial killing terhadap 2 orang lainnya (Rizal alias eko-Klaten dan Dayat-Paciran Lamongan),” urai Harits Abu Ulya.
Akhirnya dia menduga dari kasus bom “mainan” ini, aparat kontra terorisme yakni BNPT dan Densus mau melakukan perburuan dan mendapat legitimasi tindakan-tindakan “hukum jalanan” berikutnya kepada orang-orang yang di sangka dan diduga terkait dengan terorisme.
“Jadi,masyarakat harus bisa bedakan mana fakta dan mana berita atau opini rekayasa dan juga fakta kejadian yang jadi produk rekayasa orang-orang opuntunir,” pungkas Harits
(azmuttaqin/arrahmah.com)