Fauzan mengabarkan, bahwa ia bertemu dengan anak-istrinya di mushalla bandara Soekarno-Hatta, Rabu (13/2/2013) jam 17.00 WIB. Sebelum bertemu, kata Fauzan, sahabat-sahabatnya di Jakarta, sudah lebih dahulu “mengamankan” anak-istrinya yang diantar penculiknya ke salah satu mushalla di bandara Soekarno-Hatta.
“Sedangkan si penculik tidak tahu rimbanya. Tapi Allah Subhanahu Wata’ala akan tetap membalas semua perbuatannya. Semoga para penculik bertaubat dan mendapat hidayah-Nya. Jazakumullahu khoiron katsiron,” ungkap Pimpinan Pesantren Anshorulloh Ciamis, Jawa Barat ini.
Siapa penculik putri dan istri mantan Ketua Departemen Data & Informasi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) ini? Apa pula motifnya? Dan kenapa sang penculik akhirnya mengembalikan culikannya?
Seperti diberitakan sebelumnya, ibu-anak itu diketahui bersama penculiknya naik bus ‘Budiman’ dari Banjar, Ciamis, Jawa Barat dan turun di pintu tol Cileunyi, Bandung pada pukul 13.30 WIB, Ahad (10/2/2013).
Tetapi, menurut Fauzan, sehari sebelumnya, Sabtu (9/2/ 2013) beberapa warga sekitar pesantren Anshorulloh melihat Umi Olif menggendong Alifah menuju jalan raya dengan membawa tas bayi.
Warga mengira Umi Olif menunggu bus, tapi masuk ke pesantren lagi. Saat ditanya kenapa pulang lagi? Umi Olif menjawab: tidak jadi.
“Esoknya, Ahad (10/2/2013) pukul 08.00 ketika kami mengadakan kegiatan pembagian rapor untuk santri di Banjar, maka terjadilah peristiwa tersebut,” ungkap Fauzan.
Dia sendiri tak bisa menghubungi istrinya via Hp, lantaran alat komunikasi yang biasa digunakan istrinya itu ditinggal di rumah. Saat mencoba melacak dari Hp istrinya, tak ditemukan jejak dan proses menghilangnya Umi Olif dan putrinya. SMS atau jejak nomor keluar dan masuk, semuanya kosong, sudah terhapus.
Fauzan menceritakan, sebagaimana penuturan kondektur bus Budiman, Asep, yang berhasil dimintai keterangannya, Umi Olif menumpang bus Budiman jurusan Ciamis-Jakarta bersama seorang laki-laki paruh baya, berjenggot, berbaju koko, berjidat hitam. Asep semula menduga, lelaki misterius itu suami Umi Olif.
“Saya dapat informasi hilangnya istri saya dari kondektur itu. Saya curiga, istri saya telah dihipnotis lelaki misterius itu. Kecurigaan pun muncul di benak kondektur bus Budiman saat mereka turun terburu-buru di pintu tol Cileunyi,” terang Fauzan.
“Di atas bis itu ada penumpang laki-laki berjenggot dan berbaju koko usia setengah baya. Dia naik dari terminal Banjar, kira-kira 5 Km dari pondok pesantren. Tapi setelah itu sepertinya dia mau menaikkan penumpang. Ternyata benar, dia minta bis berhenti tepat di dekat masjid Agung Cisaga. Di seberang kanannya ada wanita bercadar biru menggendong bayi dan membawa tas warna cokelat, lalu naik ke atas bis dan duduk satu jok dengan laki-laki tersebut, ” demikian keterangan yang didapat Fauzan dari kondektur bis itu.
Kondektur mengira mereka suami istri. Hanya saja, selama dalam perjalanan kondektur melihat keanehan lantaran mereka tak menunjukkan seperti suami-istri, malah terkesan saling membisu. Sementara wanita bercadar itu memegang Al-Qur’an kecil warna cokelat yang kadang dibacanya. Keanehan lainnya, tak seperti penumpang lainnya, saat di tempat istirahat makan, keduanya tidak turun makan atau shalat zuhur.
Fauzan sendiri menduga, penculikan itu dilatarbelakangi sikap kritisnya dalam berdakwah yang kerap menyebut demokrasi sebagai sistem kufur dan musyrik. “Bisa jadi ada yang merasa terganggu dengan dakwah saya. Saya sering bilang bahwa demokrasi itu sumber malapetaka, karena syirik hukumnya,” ungkap Fauzan.
Menurutnya, sekitar satu bulan sebelum penculikan, ada pesan pendek (SMS) yang masuk, dengan nada mengancam. Si pengirim marah karena menganggap Fauzan mengkafirkan sesama Muslim.
“Isi SMS itu menyatakan bahwa dakwah saya dianggap mengganggu strategi mereka yang tengah berjuang melalui sistem demokrasi. Orang itu juga bilang, asal tahu saja, kami ini mengutamakan umat daripada pribadi, ” ungkap Fauzan.
Satu hal lagi yang mengherankan, ‘peneror’ mengirimkan SMS ke nomor khusus yang hanya diketahui beberapa orang saja. “Tidak ada yang tahu nomor khusus saya itu, kecuali orang-orang tertentu,” kata Fauzan.
Fauzan sendiri menduga kuat, penculikan terhadap istri dan putrinya sebagai bagian dari operasi intelijen, berdasarkan adanya teror via SMS itu. “Mungkin ini adalah operasi intelijen. Dari fakta SMS teror itu, diduga ada keterkaitan dengan kelompok tertentu. Mereka masuk sistem demokrasi yang sangat terganggu dengan dakwah saya,” ungkap Fauzan.
Pertanyaannya, jika dugaan Fauzan itu benar, mengapa harus menculik yang sasarannya istri dan putrinya?
Semula Fauzan menduga target ‘penculikan’ di siang bolong itu adalah untuk memperjualbelikan istri dan bayi mungilnya (trafficking). Namun melihat teror SMS sebulan sebelumnya, Fauzan memunculkan analisa lain seperti tersebut di atas.
Dugaan dan analisanya itu kian menguat, ketika Rabu (13/2/2013) pagi sekitar pukul 7 WIB ia mendapatkan SMS dari orang yang mengaku sebagai penculik istri dan anaknya. Dari situ, hingga mendekati pukul 11 siang terjadilah nego via SMS, termasuk alasan kenapa istri dan putrinya diculik. Salah satu isi pesan singkat dari penculik, “Tau sendiri kan risikonya, klw suka mengkafirkan org, aku tuh muak sm km.”
Akhirnya, kata Fauzan, penculik mau mengembalikan anak dan istrinya, asal Fauzan tidak memblowup kasus (penculikan) ini. Jika tidak, ancamnya, maka anak dan istri Fauzan akan jadi mayat. Fauzan mencoba mengikuti maunya penculik yang menyepakati anak dan istrinya akan didrop di salah satu mushalla bandara Soekaro-Hatta, Rabu (13/2/2013) sore sekitar pukul 16.00 WIB.
Fauzan yang saat berkomunikasi dengan sang penculik masih berada di kediamannya, Pesantren Al-Qur’an Anshorulloh, Ciamis, Jawa Barat, lantas meminta bantuan “pasukan”nya di Jakarta untuk lebih dahulu menyasar bandara Soekarno-Hatta.
Dan, seperti diungkap di atas, sekitar pukul 17.00 WIB Fauzan bertemu putri dan istrinya di salah satu mushalla bandara Soekarno-Hatta Terminal 1 A. Telepon seluler yang digunakan penculik saat melakukan komunkasi via SMS dengan Fauzan diberikan ke Umi Olif, sehingga memudahkan komunikasi dengan istrinya. “Pasukan” yang dimintai bantuannya oleh Fauzan pun tak sulit menemukan Umi Olif.
Apa sesungguhnya yang terjadi? Mengapa akhirnya sang penculik mengembalikan istri dan buah hatinya itu?
Selain tak ingin kasus ini digembar-gemborkan, menurut Fauzan, sepertinya si penculik jengkel lantaran keadaan Umi Olif sendiri di luar perkiraan penculik.
Seperti dijelaskan Fauzan, Umi Olif memiliki tanda-tanda autis. Menurutnya, istrinya jika sudah suka sama orang tidak peduli risiko yang dihadapi. Kalau sudah percaya dengan seseorang sulit dicegah dan dibantah, memiliki bayangan dunia sendiri sehingga kurang fokus kalau diajak bicara.
“Namun kelebihannya dia memiliki IQ yang cerdas, dia bisa menghafal khatam Al-Qur’an 30 juz dalam 2 tahun dan memiliki suara merdu kalau tilawah Qur’an,” papar Fauzan.
Kondisi seperti ini, menurut Fauzan, memang lebih memudahkan Umi Olif untuk menerima hipnotis. Tapi, kata Fauzan, kondisi istrinya itu tak diketahui oleh sang penculik.
Si penculiknya sendiri mengungkap pada Fauzan bahwa pada hari rencana penyerahan istri dan putrinya itu, Umi Olif menangis dan berteriak-teriak tak jelas. Itu juga yang makin mendorong si penculik berpikir untuk segera mengembalikan culikannya.
Sampai tadi malam, Kamis (14/2/2103), Umi Olif masih belum sepenuhnya memberikan informasi perihal penculikan itu. Menurut Fauzan, istrinya masih memerlukan pemulihan.
Lalu, siapa sesungguhnya pihak yang menculik putri dan istri aktivis Islam ini? Fauzan menduga kelompok besar, sebuah gerakan, yang selama ini mengatasnamakan Islam, tapi sudah mengalami perpecahan dan pecahannya masing-masing menjadi kelompok-kelompok baru.
Di antara kelompok-kelompok ini, menurut Fauzan, ada yang mengubah strategi perjuangannya dengan menggunakan payung demokrasi. Dan merasa gerah dengan pihak-pihak yang dengan kerasnya mengecam sistem demokrasi, karena dianggap sangat mengganggu strategi perjuangan mereka.
“Dengan menggunakan operasi intelijen, bahkan menculik dengan menghipnotis, mereka mencoba membungkam suara-suara yang ‘mengharamkan’ demokrasi,” kata Fauzan. Fauzan menganalisa, operasi intelijen itu sangat mungkin menggunakan pihak lain yang berkolaborasi dalam kasus ini.
Tentunya dugaan dan analisa ini masih memerlukan data pendukung yang lebih valid. Yang namanya dugaan dan analisa, bisa benar, bisa salah. Apapun ceritanya, yang terang menculik hanya dengan alasan lantaran tak senang dengan dakwah yang “men-syirik-kan”, “mengharamkan” dan “mengkufurkan” demokrasi, itu jelas sulit diterima.
Sebab, kalau tak terima dengan pihak yang “mengkufurkan” demokrasi, mestinya buka pintu dialog. Bukankah demokrasi mengajarkan untuk bisa menerima perbedaan, lapang berbeda pendapat, dan lebih mengedepankan dialog ketimbang main fisik? Wallahu A’lam! (salam-online)
No comments:
Post a Comment
ya